Ibnu Hajar Al-Asqalani

Posted on
Sharing Iman
Ibnu hajar Al-Asqalani
Biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani seorang Ulama Besar Ahli Hadist

Ibnu Hajar Al-Asqalani ; Seorang Ahli Hadist, Qadhi, Syaikhul Islam, Penjaga Al-Qur’an dan Ahli Ilmu

 

Biografi Ibnu Hajar al-Asqalani

Ibnu Hajar al-Asqalani (773 H/1372 M – 852 H/1449 M) adalah seorang ahli hadits dari mazhab Syafi’i yang terkemuka. Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri. Nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar, tetapi lebih dikenal sebagai Ibnu Hajar al-Asqalani dikarenakan kemasyhuran nenek moyangnya yang berasal dari Ashkelon, Palestina. Salah satu karyanya yang terkenal adalah kitab Fathul Bari (Kemenangan Sang Pencipta) yang merupakan penjelasan dari kitab shahih milik Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab penjelasan “Shahih Bukhari” yang paling detail yang pernah dibuat.

Gelar dan Kunyah Beliau

Beliau seorang ulama besar mazhab Syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh Al-Muthlaq (seorang hafidz secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadits dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kunyahnya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.

Beliau lahir pada 12 Sya’ban tahun 773 Hijriyah. Mengenai tempat kelahirannya, ada banyak perbedaan pendapat, ada yang mengatakan di Kota Asqalan, Palestina, dan ada pula yang mengatakan di Mesir. Ibnu Hajar Al-Asqalani tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu. Ayahnya sudah meninggal ketika beliau berusia 4 tahun dan ibunya meninggal pada saat Ibnu Hajar Al-Asqalani balita. Sejak ditinggal kedua orangtuanya, beliau diasuh oleh kakak tertuanya, Az-Zaki Al-Kharubi.

Perjalanan Menuntut Ilmu 1

Ketika sang kakak memutuskan berhijrah ke Mekah, Ibnu Hajar al-Asqalani turut serta. Saat bermukim di tanah suci, beliau dimasukkan ke Al-Maktab (sekolah khusus untuk belajar dan menghafal Al-qur’an). Beliau saat itu baru menginjak usia lima tahun. Salah seorang gurunya di Al-Maktab adalah Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir. Guru lainnya adalah Syamsuddin Al-Athrusy.

Akan tetapi, saat menimba ilmu di Al-Maktab, Ibnu Hajar al-Asqalani belum berhasil menghafal Al-qur’an. Kemudian, beliau belajar pada seorang fakih (ahli fikih) dan pengajar sejati, yaitu Shadrudin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada ulama inilah, Ibnu Hajar al-Asqalani dapat mengkhatamkan hafalan Al-qur’an ketika berumur 9 tahun.

Ketika berumur 12 tahun, beliau ditunjuk sebagai imam sholat tarawih di Masjidil Haram. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadan tahun 785 H. Ketika sang kakak pindah ke Mesir pada 786 H, Ibnu Hajar al-Asqalani juga turut serta. Di Mesir, beliau benar-benar berusaha belajar. Beliau menghafal beberapa kitab, diantaranya kitab al-Hawi karangan Al-Mawardi dan kitab Mukhtasar karangan Ibnu Hajib.

Kendati sudah menimba ilmu di banyak tempat, Ibnu Hajar al-Asqalani belum merasa puas dengan ilmu yang telah diperolehnya. Beliau kemudian memutuskan berguru kepada Al-Hafizh Al-Iraqi, seorang syekh besar yang terkenal sebagai ahli fikih dari mazhab Syafi’i. Selain menguasai fikih, Syekh Al-Hafizh juga menguasai ilmu tafsir, hadist, dan bahasa Arab.

Perjalanan Menuntut Ilmu 2

Ibnu Hajar al-Asqalani menyertai sang guru selama 10 tahun. Dalam masa itu, beliau menyelingi dengan perjalanan ke Syam, Yaman, dan Hijaz. Di bawah bimbingan Syekh Al-Hafizh, Ibnu Hajar al-Asqalani berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin oleh gurunya untuk mengajarkan hadist.

Setelah sang guru wafat, Ibnu Hajar al-Asqalani belajar dengan Nuruddin Al-Haitsami dan Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih. Melihat keseriusan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam mempelajari hadist, gurunya ini memberi saran kepada beliau agar mempelajari ilmu fikih. Dikarenakan, sang guru yakin bahwa banyak orang akan membutuhkan ilmu itu. Selain itu, sang guru beralasan bahwa ulama di daerah tersebut akan habis sehingga keberadaan beliau amat diperlukan sebagai penerus para ulama setempat.

Semangat dalam menggali ilmu ditunjukkannya dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi dengan melakukan perjalanan ke banyak negeri. Negeri-negeri yang pernah disinggahi dan tinggal di sana, di antaranya: Dua tanah haram (Al-Haramain), yaitu Mekah dan Madinah, Damaskus, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah, Shan’a dan beberapa kota di Yaman. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan menimba ilmu dari mereka.

Para Guru Beliau

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani sangat memperhatikan para gurunya dengan menyebut nama-nama mereka dalam banyak karya-karya ilmiahnya. Beliau menyebut nama-nama mereka dalam dua kitab, yaitu: Al-Mu’jam Al-Muassis lil Mu’jam Al-Mufahris dan Al-Mu’jam Al-Mufahris.

Imam As-Sakhaawi membagi guru beliau menjadi tiga klasifikasi, yaitu: guru yang beliau dengar hadist darinya walaupun hanya satu hadist, guru yang memberikan ijazah kepada beliau, guru yang beliau ambil ilmunya secara mudzkarah atau mendengar darinya khutbah atau karya ilmiahnya. Guru beliau mencapai lebih dari 640 orang, sedangkan Ibnu Khalil Ad-Dimasyqi dalam kitab Jumaan Ad-Durar membagi para guru beliau dalam tiga bagian juga dan menyampaikan jumlahnya 639 orang.

Menjadi Qadhi (Hakim)

Setelah mendapatkan berbagai bidang ilmu pengetahuan, lalu Ibnu Hajar al-Asqalani memutuskan untuk kembali ke Mesir dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Selama bermukim di Mesir, beliau tercatat pernah menjadi qadhi (hakim) selama kurang lebih 21 tahun. Beliau adalah seorang hakim yang menganut madzhab Syafi’i.

Selain itu, Ibnu Hajar al-Asqalani juga menjadi syekh dari para guru hadits dan mengajarkan ilmu fikih di beberapa tempat di negeri Mesir. Beliau juga kerap diminta naik mimbar sebagai khatib di Masjid Amru bin Ash dan Masjid Al-Azhar.

Ibnu Hajar al-Asqalani mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang qadhi setelah terpilih untuk yang keenam kalinya pada tahun 852 H. Tak lama berselang, beliau jatuh sakit di rumahnya. Sehingga membawanya kepada kematian, beliau berkata, “Ya Allah Subhanahu Wata’ala, bolehlah Engkau tidak memberikan aku kesehatan, tetapi janganlah Engkau tidak memberikan aku pengampunan.”

Buah Karya Beliau

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani mulai menulis pada usia 23 tahun dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Karya-karyanya banyak diterima umat Islam dan tersebar luas semenjak beliau masih hidup. Para Amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu Hajar al-Asqalani. Menurut murid utamanya, yaitu Imam As-Sakhawi, karya dia mencapai lebih dari 270 kitab. Kebanyakan karyanya berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat. Murid beliau yang ternama Imam As-Sakhaawi dalam kitab Ad-Dhiya’ Al-Laami’, menjelaskan bahwa karya tulis beliau mencapai lebih dari 150 karya, sedangkan dalam kitab Al-Jawaahir wad-Durar disampaikan lebih dari 270 karya.

Wallahu ‘alam bishsawab