Biografi Imam Malik

Posted on
Sharing Iman

 

Biografi Imam Malik
Imam Malik Seorang Ulama Besar Ahli Hadist, Ulama Yang Terpercaya Akan Keilmuannya Tentang Hadist, Dengan Kepintarannya Beliau Mampu Menghafal Ribuan Hadist.

Biografi Imam Malik

Nasab dan Masa Kecil Imam Malik

Beliau adalah Abu Abdullah, Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Harits bin Ghuyman bin Khutsail bin Amr bin Harits. Ibunya adalah Aliyah bin Syarik al-Azdiyah. Keluarganya berasal dari Yaman.

Imam Malik dilahirkan di Kota Madinah 79 tahun setelah wafatnya Nabi kita Muhammad saw, tepatnya tahun 93 H. Tahun kelahirannya bersamaan dengan tahun wafatnya salah seorang sahabat Nabi saw yang paling panjang umurnya, yaitu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.

Malik kecil tumbuh di lingkungan yang religius, kedua orang tuanya adalah murid dari sahabat-sahabat yang mulia.

Pamannya adalah Nafi’, seorang periwayat hadits yang terpercaya, yang meriwayatkan hadits dari Aisyah ra, Abu Hurairah ra, Abdullah bin Umar ra, dan sahabat-sahabat besar lainnya. Dengan lingkungan keluarga yang utama seperti ini, Imam Malik dibesarkan.

Ayahnya Anas, salah satu periwayat hadits. Sedangkan kakeknya Malik bin Abi Amir, salah satu tokoh ulama dari kalangan tabi’in, orang Islam di masa awal yang mengalami zaman bersama para Sahabat Nabi.

Malik bin Abi Amir, banyak meriwayatkan hadits dari tokoh-tokoh besar sahabat, seperti Sayyidina Umar ra, Sayyidina Usman bin Affan ra, Thalhah bin Ubaidillah ra, Sayyidah ‘Aisyah ra, Abu Hurairah ra, Hassan bin Tsabit ra dan ‘Uqail bin Abi Thalib ra.

Malik bin Abi Amir memiliki hubungan baik dengan Sayyidina Utsman bin Affan ra. Suatu ketika Sayyidina Utsman ra pernah mengutus Malik bin Abi Amir untuk menakhlukkan Afrika hingga berhasil.

Saat Sayyidina Utsman mengumpulkan semua mushaf, Malik bin Amir termasuk di antara tabi’in yang dipercaya untuk menulis mushaf.

Kedekatannya dengan ilmu ini menurun pada cucunya, Imam Malik. Imam Malik sudah menunjukkan kesungguhan dalam menimba ilmu. Dia hafal Al-qur’an saat masih usia belia, kemudian beralih menghafal hadits dengan tekun dan sungguh-sungguh.

Ketekunan Imam Malik dalam Menuntut Ilmu

Sebagian besar waktu Imam Malik dihabiskan untuk menulis dan menghafalkan hadits. Selain tekun menghafal hadits, Imam Malik kecil juga rajin belajar ilmu fiqih. Dia belajar fiqih pertama kali kepada Rabi’ah bin Abdirrahman.

Ibu Imam Malik adalah orang yang paling berperan dalam memotivasi dan membimbingnya untuk memperoleh ilmu. Tidak hanya memilihkan guru-guru yang terbaik, sang ibu juga mengajarkan anaknya adab dalam belajar.

Ibunya selalu memakaikannya pakaian yang terbaik dan merapikan imamah anaknya saat hendak pergi belajar. Ibunya mengatakan, “Pergilah kepada Rabi’ah, contohlah akhlaknya sebelum engkau mengambil ilmu darinya.”

Imam Malik belajar dari banyak guru, dan ia memilih guru-guru terbaik di zamannya agar banyak memperoleh manfaat dari mereka. Di antara pesan dari gurunya yang selalu beliau ingat adalah untuk tidak segan mengatakan “Saya tidak tahu” apabila benar-benar tidak mengetahui suatu permasalahan.

Salah seorang guru beliau yang bernama Ibnu Hurmuz berpesan, “Seorang yang berilmu harus mewarisi kepada murid-muridnya perkataan ‘aku tidak tahu’.

Imam Malik tekun menghadiri halqah Abdurrahman bin Hurmuz selama 13 tahun, beliau belajar terus menerus kepada Ibnu Hurmuz tanpa diselingi belajar kepada guru lain, Ibnu Hurmuz merupakan guru favorit dan sangat berpengaruh dalam kehidupan intelektual Imam Malik.

Mengutip sebuah sumber, An-Nawawi berkata, “Malik mengambil Hadits dari sembilan ratus orang guru, yaitu tiga ratus orang dari generasi Tabi’in dan enam ratus orang dari generasi Tabi’ Tabi’in”. Berikut ini sekadar menyebut contoh sebagian guru-gurunya: Nafi’, Az-Zuhri, Abdullah bin Dinar, dan Said Al-Maqburi.

Ulama besar seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pernah menimba ilmu dan belajar kepada beliau. Disebutkan bahwa tokoh dan ulama terkenal yang pernah belajar kepada Imam Malik tak kurang dari 1.300 orang.

Sifat dan Karakter Imam Malik

Imam Malik juga dikenal dengan semangatnya dalam mempelajari ilmu, kekuatan hafalan, dan dalam pemahamannya. Pernah beliau mendengar 30 hadits dari Ibnu Hisyam az-Zuhri, lalu ia ulangi hadits tersebut di hadapan gurunya, hanya satu hadits yang terlewat sedangkan 29 lainnya berhasil ia ulangi dengan sempurna. Imam Syafii mengatakan,

إذا جاء الحديث، فمالك النجم الثاقب

“Apabila disebutkan sebuah hadits, Malik adalah seorang bintang yang cerdas (menghafalnya).”

Imam Malik sangat tidak suka dengan orang-orang yang meremehkan ilmu. Apabila ada suatu permasalahan ditanyakan kepadanya, lalu ada yang mengatakan, “Itu permasalahan yang ringan.” Maka Imam Malik pun marah kepada orang tersebut, lalu mengatakan, “Tidak ada dalam pembahasan ilmu itu sesuatu yang ringan, Allah Swt berfirman:

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 5)

Semua permasalahan agama itu adalah permasalahan yang berat, khususnya permasalahan yang akan ditanyakan di hari kiamat.

Imam Malik juga seorang yang sangat perhatian dengan penampilannya dan ini adalah karakter yang ditanamkan ibunya sedari ia kecil. Pakaian yang ia kenakan selalu rapi, bersih, dan harum dengan parfumnya. Isa bin Amr mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang yang berkulit putih ataupun merah yang lebih tampan dari Malik. Dan juga ia seseorang yang lebih putih dari pakaiannya.

Banyak riwayat-riwayat dari para muridnya yang mengisahkan tentang bagusnya penampilan Imam Malik, terutama saat hendak mengajarkan hadits, namun satu riwayat di atas kiranya cukup untuk menggambarkan kebiasaan beliau.

Hati-Hati Dengan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam

Tentang bukti sikap kehati-hatian Imam Malik, lihatlah Kitab Al-Muwaththa’. Semula, Kitab ini memuat 10 ribu Hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 Hadits.

Tak hanya berhati-hati saat ‘memilih’ Hadits, Imam Malik juga sangat menghormati Hadits. Ibnu Abi Uwais berkata: “Jika Imam Malik ingin membicarakan sebuah Hadits, maka dia berwudhu terlebih dahulu, merapikan jenggotnya, duduk dengan tenang dan sopan, kemudian dia baru berbicara.”

Ketika seseorang bertanya tentang kebiasaannya itu, Imam Malik menjawab: “Saya ingin memuliakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Saya tidak mau menyampaikan sebuah hadits kecuali saya dalam keadaan suci dan tenang.”

Dalam usia belia, Malik sudah mengajar dan menyampaikan fatwa di masjid Nabawi. Ada hal yang menarik ketika ia menyampaikan fatwa dan hadits. Jika seseorang bertanya perihal fatwa, Malik segera datang untuk memberikan fatwa. Namun jika mereka meminta hadits, Malik akan mempersilakan orang tersebut untuk duduk, kemudian ia masuk untuk mandi, lalu memakai pakaiannya yang terbaik dan mengenakan minyak wangi.

Malik akan menemui mereka dengan keadaan khusyu’ dan rapi, kemudian menyalakan setangkai bukhur, membakarnya sampai ia selesai menyampaikan hadits.

Persaksian Para Ulama terhadap Imam Malik

1. Imam malik menerangkan tentang dirinya; ‘aku tidak berfatwa sehingga tujuh puluh orang bersaksi bahwa diriku ahli dalam masalah tersebut.
2. Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan; “Malik merupakan orang alim penduduk Hijaz, dan dia merupakan hujjah pada masanya.”
3. Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “Malik adalah pengajarku, dan darinya aku menimba ilmu.” Dan dia juga menuturkan; ” apabila ulama disebutkan, maka Malik adalah bintang.”
4. Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “Saya tidak mengetahui kitab ilmu yang lebih banyak benarnya dibanding kitab Imam Malik” dan imam Syafi’i berkata: “tidak ada di atas bumi ini kitab setelah kitabullah yang lebih sahih dari kitab Imam Malik”.
5. Abdurrahman bin Mahdi menuturkan; “aku tidak akan mengedepankan seseorang dalam masalah shahihnya sebuah hadits dari pada Malik.”
6. Al-Auza’i apabila menyebut Imam Malik, dia berkata; ” ‘Alimul ‘ulama, dan mufti haramain.”
7. Yahya bin Sa’id al Qaththan menuturkan; “Malik merupakan imam yang patut untuk dicontoh.”
8. Yahya bin Ma’in menuturkan; ” Malik merupakan hujjah Allah Swt terhadap makhluk-Nya.”

Begitulah sikap, karakter dan ketekunan Imam Malik dalam mencari dan mengamalkan Ilmu, sehingga dengannya beliau menjadi guru para ulama dan para khalifah di masanya.

Wallahu ‘alam bishsawab